Sampurasun dari bagian tanah Sunda Tasikmalaya.
Ternyata mengeksplor lemah cai menggugah rasa bangga.
Selain alam Tasikmalaya yang kaya seperti sungai, gunung, air terjun, telaga, goa, dan hutan, ada sejarah yang terukir melengkapi identitas Tasikmalaya kini. Selain Kerajaan Galunggung, terdapat sejarah Kabupatian Sukapura yang telah mewariskan peradaban yang tumbuh menjadi Tasikmalaya.
Maka, Tasikmalaya adalah daerah yang sungguh spesial, Mutiara dari Priangan Timur.
Selama ini, jarang suara generasi muda Tasikmalaya yang mengatakan kalau mereka bangga apalagi cinta dengan tanah air Tasikmalaya. Lebih mengkhawatirkan lagi, banyak yang mengatakan bahwasanya sedari dulu telah banyak yang lebih senang mengakui dirinya berasal dari Bandung karena senantiasa lebih dilirik atau mudah dikenal daerahnya yang seolah Tasikmalaya adalah sebuah kampung Padahal, it is such a BEAUTIFUL kampung. Apakah masih ada yang seperti itu saat ini? Hal ini sungguh membuat saya bingung. Bagaimana rasa & ekspresi tersebut muncul dalam diri mereka? Apakah ada yang salah dengan sebuah sistem? Belum lagi di era sekarang generasi muda terbentur dengan krisis identitas. Ditambah, tidak ada rasa memiliki dan tidak ada kepedulian untuk mencari tau identitas sejatinya, dirinya dan lemah cainya. Memprihatinkan. Mutiara terpendam semakin lama, semakin dalam. Hilang.
Akan jadi apa Tanah, Air, dan Bangsa Tasikmalaya?
Perlu ada penerangan. Perlu ada yang memulai. Mungkin sudah waktunya Tasikmalaya kembali bersinar, kembali menjadi kebanggaan seperti rakyat Sukapura yang dulu pernah jaya. Perlu diingatkan kembali apa, siapa, bagaimana kita bisa berada disini dan sekarang. Masih ada kesempatan untuk mencari dan menemukan Mutiara dari Priangan Timur.
Dari The Chronicle of Galunggung, sekarang waktunya untuk sejarah Kejayaan Sukapura.
Soekapura Ngadaun Ngora.